Berbisnis Berdasarkan Perspektif Agama Hindu

Daftar isi :
    DEPELIAR -- Untuk membangun kehidupan yang sejahtera. di dunia ini berdasarkan aliran Hindu harus ada tiga hal pokok yang wajib dikerjakan oleh insan secara seimbang dan berkelanjutan. Tiga hal itu dalam Bhagawad Gita dinyatakan Krsi, Goraksya dan Vanijyan. Artinya bertani dalam artian luas, beternak dan berdagangUntuk menata tiga _ hal itu merupakan kewajiban para Vaisya sebagaimana dinyatakan dalam Bhagawad Gita XVIII.44. Membangun kesejahteraan dengan tiga perjuangan utama itu haruslah dilakukan sebagai suatu wujud bhakti pada Tuhan. Dengan melaksanakan perjuangan pertanian, peternakan dan perdagangan yang benar sesuai dengan norma-normanya akan sanggup mewujudkan alam yang lestari dan masyarakat yang sejahtera. Alam dan insan yaitu ciptaan Tuhan. Karena itu mewujudkan aliran Agama Hindu itu dengan asih dan punia sebagai wujud bhakti pada Tuhan. Asih pada alam lingkungan dan punia atau mengabdi pada sesama umat insan itu sebagai suatu hal yang tidak terpisah-pisah.

    Mengapa dalam dunia bisnis banyak muncul masyalah lantaran antara berbisnis dan beragama diimplementasikan secara dikotomis. Berbisnis itu dianggap hanya cari laba sebanyak-banyaknya dengan segala cara. Saat beragama melaksanakan pemujaan pada Tuhan untuk mohon ampun atas segala dosa-dosa yang dilakukan dalam kegiatan bisnis. Setelah yakin mendapat ampunan dari Tuhan selanjutnya berbisnis tanpa mengikuti kaidah-kaidah bisnis yang bermoral dan berdasarkan aturan bisnis.

    Jadinya permasyalahan itu timbul lantaran melaksanakan perjuangan bisnis tidak dianggap sebagai suatu wujud pengamalan aliran Agama yang dianut. Sesungguhnya berbisnis itu yaitu salah satu wujud dari pengamalan aliran Agama. Bisnis yang dilakukan berdasarkan norma-norma bisnis yang benar dan bermoral, akan sanggup menjadikan multiplayer effek ekonomi yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Hal ini sangat ditekankan oleh setiap aliran Agama. Dengan bisnis akan terbuka lapangan kerja. Terbukanya lapangan kerja sanggup menyerap pengangguran. Ini yaitu Yadnya aktual dari mereka yang berbisnis dengan baik. Bisnis akan sanggup meberikan pajak untuk negara. Bisnis sanggup menyebarkan banyak sekali macam cabang ilmu pengetahuan. Artinya bisnis menawarkan nilai tambah pada ilmu pengetahuan. Ilmu bukan hanya untuk ilmu. Bisnis menjadikan ilmu untuk hidup. Bisnis menjadikan interaksi sosial yang luas. Bisnis akan menawarkan tetap hidupnya dinamika seni budaya. Kesemuanya itu akan terwujud apa jikalau berbisnis dilakukan dengan landasan sopan santun Agama. Artinya para pengusaha hendaknya yakin bahwa dengan melaksanakan bisnis yang baik itu sebagai mereka bersama-sama melaksanakan kehidupan beragama yang lebih aktual mengangkat banyak sekali harkat dan martabat hidup dan kehidupan ini. Resi Canakya menyatakan seorang pengusaha yang sukses dalam bisnis tidak ada bedanya dengan seorang Resi.

    Bisnis Tanpa Moral Menimbulkan Dosa Sosial

    Bisnis bersama-sama suatu upaya kerjasama insan untuk mensejahterakan akan hidupnya bersama di dunia ini. Dengan bisnis ini banyak sekali sumber-sumber ekonomi potensial sanggup dikembangkan menjadi sumber ekonomi yang real. Menjadi sumber ekonomi yang real artinya secara aktual sanggup menawarkan pemanis produksi barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Kalau ada keseimbangan antara produksi barang dan jasa dengan kebutuhan masyarakat maka hal itu sebagai salah satu syarat membuat ekonomi yang stabil. Bisnis menawarkan banyak sekali lapangan kerja kepada masyarata baik eksklusif maupun tidak langsung.

    Melalui bisnis ini insan sanggup memajukan banyak sekali aspek kehidupanya. Seni budaya tidak akan subur dalam masyarakat yang miskin. Kalau kita perhatikan keadaan di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya, perkembangan bisnis sangat marak. Seharusnya kita sudah sangat makmur dan sejahtera. Mengapa kehidupan yang makmur sejahtera itu semakin jauh rasanya. Hal ini disebabkan tidak adanya keadilan dalam proses berbisnis. Mengapa tidak adanya keadilan lantaran rendahnya sopan santun dalam melaksanakan bisnis. Nilai modal berupa uang dan barang sangat tidak seimbang dengan nilai tenaga, ketrampilan dan keakhlian insan dalam melaksanakan bisnis. Uang dan barang dalam berbisnis jauh lebih utama dinilai tinggi dari nilai tenaga, ketrampilan dan keakhlian manusia. Hal ini lantaran aturan ekonomi tidak dilandasi moral. Memang aturan ekonomi akan berproses secara alami. Kalau jumlah SDM yang dibutuhkan lebih banyak dari daya tampungnya maka SDM itu akan menjadi lebih murah. Murahnya nilai SDM tersebut bersama-sama jangan hingga melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan jasa keadilan Karena rendahnya sopan santun dalam melaksanakan bisnis timbullah aturan rimba. Hukum rimba atau dalam Nitisastra disebutkan Matsya Nyaya yaitu yang berpengaruh memakan yang lemah. Tenaga kerja yang melimpah mengakibatkan sementara pebisnis memperlakukan tenaga kerjanya secara tidak bermoral.

    Banyak pebisnis yang usahanya sudah sangat menguntungkan tetapi karyawannya tidak digaji secara wajar. Padahal pengusaha tersebut hidup glamor berlebihan. Rumah, mobil, perjalanan dan akomodasi hidup lainnya serba berlebihan. Tetapi karyawan yang mempunyai andil yang sangat besar dalam mensukseskan bisnisnya, mereka tetap saja dibayar rendah Maksimum sesuai dengan Upah Minimum Regional Sedangkan Upah Minimum Regional hitunghitungannya berdasarkan kebutuhan fisik minimum, bukan kebutuhan hidup minimum. Dilain pihak Negara memilih pembangunan insan seutuhnya. Tetapi hitung-hitungan upah hanya sebatas kehidupan fisik yang minimum lagi. Hal inilah yang akan menjadikan dosa-sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menyaksikan kehidupan yang senjang sangat menjolok. Ada orang dimana-mana punya rumah hingga mereka susah mau tidur dimana malam ini. Dilain pihak setiap tahun ada orang yang hidupnya sangat tegang lantaran kontrak rumah sudah habis. Sedangkan uang untuk ngontrak selanjutnya belum ada uang yang terkumpul. Untuk hidup sehari-hari saja masih sering ngutang sana-sini.

    Orang-orang yang duduk di pemerintahan diperlukan sanggup menjembatani hal ini. Tetapi mereka umumnya sibuk menghadiri acara-acara seremonial dan pidato-pidato yang muluk-muluk tanpa bukti memperbaiki kesenjangan. Merekapun tidak mencicipi lagi hidup menderita lantaran sudah dilimpahi akomodasi yang berlebihan. Jangankan memperhatikan mereka yang jauh-jauh. Nasib bawahannya saja sering tidak mendapat perhatian yang masuk akal dan adil. Ada sementara pebisnis yang ingin berbisnis yang benar dan masuk akal untuk membangun kesejahteraan bersama secara adil. Merekapun sering mendapat banyak sekali kesulitan birokrasi yang berliku-liku. Bahkan Prof, DR. Sumitro Joyohadikusumo, bagawan ekonomi Indonesia pernah menyampaikan bisnis Indonesia kena biaya siluman (informal cost) hingga 30 % dari total biaya produksi. Hal ini juga sebagai pendorong munculnya bisnis tanpa moral. Daribisnis tanpa sopan santun itu memicu timbulnya tekanan batin yang sangat berpengaruh pada masyarakat luas baik eksklusif maupun tidak langsung. Tekanan psykhologis yang struktural ini cepat atau lambat akan memunculkan. kekerasan sosial.

    Dari kekerasan sosial inipun juga akan memunculkan dosa sosial yang lebih luas lagi. Moto bisnis untuk mendapat laba yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecilkecilnya, meskipun secara teori sudah ditinggalkan, namun masih saja secara mudah digunakan. Hal itulah yang banyak menjadikan berbisnis hanya mengejar laba dengan mengabaikan nilai-niali kemanusian dan moralitas yang luhur.


    Reff:

    Wiana, I Ketut. 2006. Berbisnis Menurut Agama Hindu. Surabaya: Paramita.