Pengertian, Kiprah Dan Syarat Menjadi Seorang Pemangku Atau Pinandita

Daftar isi :
    DEPELIAR -- Pemangku atau Pinandita mempunyai kiprah yang sangat penting dalam upacara agama Hindu sebab mempunyai kiprah untuk melakukan upacara. Pemangku pada umumnya hanya diperbolehkan untuk memimpin upacara dalam skalah kecil. Pemangku merupakan orang suci umat Hindu tingkat Ekajati yaitu terlahir hanya satu kali. 

    Seorang Pemangku tidak dibenarkan mempergunakan alat pemujaan menyerupai halnya seorang Sulinggih. Juga tidak dibenarkan mempergunakan mudra atau petanganan dalam mepuja. Seorang Pemangku mempunyai sasana khusus yang tertuang dalam Lontar Kusuma Dewa, Sangkul Putih, Gegelaran Pemangku, Agem-Ageman Pemangku, dan lain-lain. Sedangkan Pemangku Dalang sasananya tertuang dalam Dharmaning Pedalangan, Panyudamalan, dan Nyapu Leger. (Suhardana. 2006: 5)

    Pengertian Pemangku dan Pinandita

    Pemangku atau lebih dikenal dengan nama Pinandita merupakan rohaniawan atau orang suci Hindu yang telah melewati tahap penyucian dan mempunyai wewenang untuk memimpin upacara agama. Secara Etimologi, Pemangku asal katanya “Pangku” yang disamakan artinya dengan Nampa, Memikul beban tanggung jawab atau Menyangga. Makara Pemangku yakni seseorang yang mempunyai tanggung jawab untuk melayani dan juga sebagai mediator masyarakat dengan Sang Hyang Widhi Wasa atau leluhur. 

    Sedangkan Pinadita, dasar katanya yakni pandita mendapat sisipan ”in”, yang artinya di. Makara pengertian pinandita disini ialah seseorang yang dianggap sebagai wakil pandita. Hal ini sesuai dengan keputusan PHDI dalam Maha Sabha II tahun 1968 yang menyampaikan bahwa Pemangku atau Pinandita mempunyai kiprah sebagai pembantu yang mewakili Pendeta (Pandita). Pinandita meruapak istila resmi Pemangku dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia).

    Seseorang dikataakan sebagai pemangku kalau telah melalui upacara yang disebut dengan Pawintenana. Pawintenan berasal dari kata winten, yang sanggup diartikan dengan inten (berlian), permata bercahaya. Pawintenan atau mawinten mengandung arti melakukan suatu upacara untuk mendapat sinar (cahaya) jelas dari sang hyang widhi wasa, biar sanggup mengerti, mengetahui, serta menghayati pedoman pustaka suci veda tanpa aral melintang. (Agus Pujayana. 2017: 4)

    Syarat Pemangku atau Pinandita Bisa Di Winten

    Untuk menjadi seorang Pemangku atau Pinandita, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat menjadi pemangku menyerupai dikutip dari buku Dasar-Dasar Kepemangkuan yakni sebagai berikut:
    1. Orang yang mempunyai jiwa dedikasi yang tulus ikhlas, berbudhi luhur, bermoral baik, mempunyai mental yang tinggi serta mempunyai jiwa yang tulus untuk selalu siap bekerja (ngayah) tanpa mengharapkan imbalan.
    2. Orang yang sehat secara jasmaniah dan sehat rokhaniah, tidak cacat secara fisik, menyerupai tuli, bisu dan sakit-sakitan.

    Selain syarat diatas dikatakan juga bahwa orang yang akan dipilih menjadi pemangku atau pinandita harus terbebas dari tujuh prilaku kegelapan atau kemabukan yang disebut dengan Sapta Timira. Sapta Timira berasal dari dua kata yaitu Sapta artinya Tujuh, dan Timira yang artinya kegelapan. Ada pun ketujuh kegelapan yang dimaksud yakni sebagai berikut:
    1. Dhana yakni sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek kekayaannya.
    2. Guna yakni sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek kepandaiannya.
    3. Kasuran sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek kemenangan atau keberanianynya.
    4. Kulina sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek keturunan atau kebangsawanan.
    5. Sura sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek minuman keras menyerupai arak, bir, tuak, narkoba dan minuman alcohol lainya.
    6. Surupa sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek keindahan rupanya, contohnya sebab beliau terlalu tampan dan cantik.
    7. Yowana sifat insan yang cenderung mabuk sebab kegelapan pikiran tanggapan efek keremajaan atau sebab beliau masih mudah-usianya. (Kondra. 2015: 144)

    Orang yang mempunyai sifat-sifat diatas tidak pantas untuk ditujuk menjadi seorang pemangku. Sebab seseorang yang pantas menjadi pemangku atau pinandita yakni mereka yang telah mencapai keadaan rokhani dan bebas dari kemabukan atau mahardhika, yaitu bebas dari kemabukan, bijaksana, suci dan berbudi luhur.

    Tugas Dan Kewajiban serta Wewenang Pemangku atau Pinandita

    Ketika seseorang telah ditunjuk menjadi Pemangku, tentunya kiprah dan kewajibannya menjadi berubah. Adapun kiprah dan kewajiban serta wewenang pemangku atau Pinandita yakni sebagai berikut:
    1. Seorang pemangku berkewajiban untuk melakukan upacara piodalan (pujawali) Pura daerah beliau ditugaskansampai final hingga tingkat piodalan pada Pura yang diemongnya
    2. Jika Pinandita atau Pemangku melakukan (menyelesaikan) upacara Panca Yajna diluar Pura yang diemongnya contohnya upacara pujawali dan harus memepergunakan air suci tirtha Sulinggih, maka Pemangku atau Pinandita diperkenankan nganteb banten upacara termaksud pada banten yang memakai tirtha Sulinggih (Pandita).
    3. Pandita atau Pemangku mempunyai wewenang melakukan hingga final upacara rutin di dalam Pura daerah mengabdikan diri dengan cara mepuja (mesa) termasuk mohon tirtha kedahapan Tuhan atau Leluhur yang melinggih di Pura tersebut.
    4. Pemangku atau Pinandita mempunyai wewenang untuk menuntaskan Caru (Upacara Bhuta Yajna) maksimal hingga pada tingkat panca sata dengan memakai tirtha Sulinggih (Pandita).
    5. Pemangku atau Piandita berwenang melakukan upacara Manusia Yajna memakai tirtha Sulinggih mulai dari upacara bayi lahir hingga pada otonan.
    6. Pemangku atau Pinandita berwenang melakukan upacara Pitra Yadnya hingga mendem sawa sesuai dengan Catur Dresta yaitu empat contoh pembenaran bervariasi.

    Wewenang Pemangku atau Pinandita

    Selain kiprah dan kewajiban, pemangku atau pinandita juga mempunyai wewenang, adapun wewenang dari pemangku atau Pinandita yakni sebagai berikut:
    1. Seorang Pemangku atau Pinandita mempunyai wewenang untuk memimpin atau Nganteb Upakara di Pura yang diemongnya.
    2. Pemangku atau Pinadita sanggup ngeloka pala sraya hingga pada madudus alit, sesuai tingkat pawinten dari pemangku tersebut.

    Demikian pengertian dari pemangku atau Pinandita, syarat-syarat menjadi pemangku, Wewenang Pemangku serta Tugas dan Kewajibannya dalam melakukan upacara agama Hindu.

    Reff:
    Suhardana. 2006. Dasar- Dasar Kepemangkuan Suatu Pengantar Dan Bahan Kajian Bagi Generasi Mendatang. Surabaya: Paramita.
    Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: _
    Agus Pujayana, I Wayan. 2017. PPT Makalah Mata Kuliah Acara AGama Hindu Orang Suci Agama Hindu (Pandhita dan Pinandita. Jakarta: STAH DNJ